Sponsor

Kepmenaker No. 150 Tahun 1999

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
Nomor Kep-150/Men/1999 Tahun 1999
Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan Dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia,

Menimbang:
1. bahwa hubungan kerja tenaga kerja harian lepas, borongan dan yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu mempunyai karakteristik tersendiri dalam pelaksanaan pekerjaan sehingga penerimaan upahnya tidak teratur;
2. bahwa penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu perlu diatur dalam suatu peraturan tersendiri;
3. bahwa Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1994 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Tenaga Kerja Borongan dan Tenaga Kerja Kontrak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, oleh karena itu perlu disempurnakan;
4. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan Dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Mengingat:
1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Nomor 23 Tahun 1948 (Lembaran Negara Nomor 4 Tahun 1951);
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3520);
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan;
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas;
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu;
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis, Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA BAGI TENAGA KERJA HARIAN LEPAS, BORONGAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
2. Tenaga kerja harian lepas adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu maupun kontinuitas pekerjaan dengan menerima upah didasarkan atas kehadirannya secara harian.
3. Tenaga kerja borongan adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan menerima upah didasarkan atas volume pekerjaan atau satuan hasil kerja.
4. Tenaga kerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu yang selanjutnya disebut tenaga kerja perjanjian kerja waktu tertentu, adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan menerima upah yang didasarkan atas kesepakatan dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu dan atau selesainya pekerjaan tertentu.
5. Pengusaha adalah:
a. Orang persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
6. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara.
7. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
8. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang ditetapkan menurut suatu perjanjian, atau perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antar pengusaha dengan tenaga kerja, termasuk tunjangan, baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya.
9. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah pengawas teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri.
10. Badan Penyelenggara adalah PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero).
11. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

BAB II
KEPESERTAAN

Pasal 2
(1) Setiap pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja kepada Badan Penyelenggara.
(2) Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan.

Pasal 3
(1) Untuk mengikutsertakan dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), pengusaha wajib mengajukan pendaftaran kepesertaan kepada Badan Penyelenggara dengan mengisi formulir kepesertaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, II, III, IV, V dan VI Keputusan Menteri ini.
(2) Formulir kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
 Lampiran I.
Formulir Jamsostek HBK/1 (F1) : Pendaftaran Perusahaan;
 Lampiran II.
Formulir Jamsostek HBK/1a (F1a) : Pendaftaran Tenaga Kerja;
 Lampiran III.
Formulir Jamsostek HBK/1b (F1b) : Daftar Susunan Keluarga;
 Lampiran IV.
Formulir Jamsostek HBK/1b-1 (F1b-1) : Lampiran Daftar Susunan Keluarga;
 Lampiran V.
Formulir Jamsostek HBK/1c (F1c) : Daftar Tenaga Kerja Keluar;
 Lampiran VI.
Formulir Jamsostek HBK/1d (F1d) : Laporan Perubahan Susunan Keluarga.
sistem kerja kontrak merampas upah pekerja

Pasal 4
Dalam hal terjadi perubahan jumlah dan susunan keluarga tenaga kerja maka pengusaha wajib melaporkannya kepada Badan Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Penambahan tenaga kerja, dengan mengisi Formulir Jamsostek HBK/1a (F1a);
b. Pengurangan tenaga kerja, dengan mengisi Formulir Jamsostek HBK/1c (F1c);
c. Perubahan susunan keluarga tenaga kerja, dengan mengisi Formulir Jamsostek HBK 1d (F1d).

Pasal 5
(1) Badan Penyelenggara selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan iuran pertama dibayar, wajib menerbitkan dan menyerahkan:
a. Sertifikat kepesertaan kepada perusahaan;
b. Kartu peserta jamsostek kepada tenaga kerja peserta program jaminan hari tua;
(2) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan pembayaran iuran pertama diterima, Badan Penyelenggara wajib menerbitkan dan menyerahkan kartu pemeliharaan kesehatan kepada tenaga kerja peserta program jaminan pemeliharaan kesehatan.
(3) Dalam hal sertifikat kepesertaan atau kartu peserta jamsostek atau kartu pemeliharaan kesehatan belum diserahkan dalam tenggang waktu sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengusaha dapat menunda pembayaran iuran tanpa denda untuk kepesertaan tenaga kerja yang bersangkutan sampai dengan hari penyerahan sertifikat kepesertaan atau kartu peserta jamsostek atau kartu pemeliharaan kesehatan.
(4) Dalam hal tenaga kerja mengalami kecelakaan kerja atau meninggal dunia atau memerlukan pelayanan pemeliharaan kesehatan sebelum sertifikat kepesertaan atau kartu peserta jamsostek atau kartu pelayanan kesehatan diterima, maka pembayaran santunan kecelakaan kerja dan kematian serta pelayanan pemeliharaan kesehatan menjadi tanggung jawab Badan Penyelenggara.

Pasal 6
Tata cara pendaftaran kepesertaan tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu untuk program jaminan sosial tenaga kerja kepada Badan Penyelenggara sesuai ketentuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Pasal 7
(1) Penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu yang bekerja pada sektor tertentu, dilaksanakan dengan memperhatikan sifat dan atau jenis pekerjaan maupun sering terjadinya penggantian tenaga kerja.
(2) Penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

BAB III
BESARNYA IURAN, JENIS PROGRAM DAN DASAR PENETAPAN IURAN

Bagian kesatu
Besarnya Iuran

Pasal 8
Besarnya iuran bagi kepesertaan tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu dalam program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan ditetapkan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993, yaitu:
a. Jaminan Kecelakaan Kerja, yang rincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993, sebagai berikut:
 Kelompok I : 0,24% dari upah sebulan;
 Kelompok II : 0,54% dari upah sebulan;
 Kelompok III : 0,89% dari upah sebulan;
 Kelompok IV : 1,27% dari upah sebulan;
 Kelompok V : 1,74% dari upah sebulan.
b. Jaminan Hari Tua, sebesar 5,70% dari upah sebulan dengan rincian sebesar 3,70% ditanggung pengusaha dan sebesar 2% ditanggung tenaga kerja.
c. Jaminan Kematian, sebesar 0,30% dari upah sebulan.
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sebesar 6% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga dan 3% dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga, dengan ketentuan upah sebulan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

Bagian Kedua
Jenis Program Dan Dasar Penetapan Iuran Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas

Pasal 9
(1) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja harian lepas kurang dari 3 (tiga) bulan wajib mengikutsertakannya dalam program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.
(2) Dalam hal pengusaha mempekerjakan tenaga kerja harian lepas untuk melakukan pekerjaan secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih dan setiap bulannya tidak kurang dari 20 (dua puluh) hari maka wajib mengikutsertakannya dalam program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan terhitung sejak tenaga kerja harian lepas telah bekerja melewati masa kerja 3 (tiga) bulan berturut-turut.

Pasal 10
(1). Upah sebulan yang dipergunakan sebagai dasar penetapan iuran bagi tenaga kerja harian lepas yang dibayarkan secara harian ditetapkan sama dengan upah sehari dikalikan jumlah hari bekerja dalam 1 (satu) bulan kalender.
(2). Untuk menghitung upah sehari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan, sebagai berikut:
a. bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam 1 (satu) Minggu, upah bulanan dibagi 25 (dua puluh lima).
b. bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam 1 (satu) Minggu, upah bulanan di bagi 21 (dua puluh satu).

Bagian Ketiga
Jenis Program Dan Dasar Penetapan Iuran Bagi Tenaga Kerja Borongan

Pasal 11
(1) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja borongan kurang dari 3 (tiga) bulan secara berturut-turut wajib mengikutsertakannya dalam program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.
(2) Dalam hal pengusaha mempekerjakan tenaga kerja borongan selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut atau lebih wajib mengikutsertakannya dalam program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan terhitung sejak tenaga kerja borongan telah bekerja melewati masa kerja 3 (tiga) bulan berturut-turut.

Pasal 12
(1). Upah sebulan yang dipergunakan sebagai dasar penetapan iuran bagi tenaga kerja borongan yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan, ditetapkan sebesar upah satuan borongan 1 (satu) hari untuk 7 (tujuh) jam kerja dikalikan jumlah hari bekerja dalam 1 (satu) bulan kalender.
(2). Upah sebulan yang dipergunakan sebagai dasar penetapan iuran bagi tenaga kerja borongan yang bekerja selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut atau lebih ditetapkan sebagai berikut:
a. jika upah dibayarkan secara borongan atau satuan, upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir.
b. jika pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca, upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.
(3). Dalam hal jumlah upah sebulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat penetapan iuran dihitung secara proporsional dari upah minimum bulanan yang berlaku.

Bagian Keempat
Jenis Program Dan Dasar Penetapan Iuran Bagi Tenaga Kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Pasal 13
(1) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja perjanjian kerja waktu tertentu selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut atau lebih wajib mengikutsertakannya dalam program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja perjanjian kerja waktu tertentu kurang dari 3 (tiga) bulan secara berturut-turut wajib mengikutsertakannya dalam program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.
(3) Dalam hal hubungan kerja tenaga kerja perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di perpanjang sehingga bekerja selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut atau lebih, pengusaha wajib mengikutsertakannya dalam program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan terhitung mulai perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu.

Pasal 14
Upah sebulan yang dipergunakan sebagai dasar penetapan iuran bagi tenaga kerja perjanjian kerja waktu tertentu ditetapkan sebesar yang tercantum dalam Perjanjian Kerja.

BAB IV
BESAR DAN DASAR PENETAPAN PEMBAYARAN JAMINAN

Pasal 15
Besarnya jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi kepesertaan tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-02/MEN/1997 tentang Peningkatan Biaya Persalinan, Kacamata dan Protese Gigi Bagi Tenaga Kerja Peserta Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Pasal 16
(1) Upah sebulan yang dipergunakan sebagai dasar penetapan pembayaran santunan jaminan kecelakaan kerja bagi tenaga kerja harian lepas ditetapkan upah sehari dikalikan 30 (tiga puluh).
(2) Upah sebulan yang dipergunakan sebagai dasar penetapan pembayaran jaminan bagi tenaga kerja borongan ditetapkan upah rata-rata sebulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(3) Upah sebulan yang dipergunakan sebagai dasar penetapan pembayaran jaminan bagi tenaga kerja perjanjian kerja waktu tertentu ditetapkan sebesar yang tercantum dalam Perjanjian Kerja.

BAB V
TATA CARA PEMBAYARAN IURAN DAN JAMINAN

Pasal 17
(1) Tata cara pembayaran iuran bagi kepesertaan tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan mempergunakan bentuk formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII, VIII, IX dan X Keputusan Menteri ini.
(2) Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
 Lampiran VII
Formulir Jamsostek HBK/2 (F2) : Rincian Iuran;
 Lampiran VIII
Formulir Jamsostek HBK/2-a (F2-a) : Daftar Upah Tenaga Kerja;
 Lampiran IX
Formulir Jamsostek HBK/2 (F2-1) : Perhitungan Selisih Kurang/lebih Pembayaran Iuran Bulan/Tahun lalu;
 Lampiran X
Formulir Jamsostek HBK/2 (F2-2) : Perhitungan Denda Keterlambatan Pembayaran Iuran.
(3) Dalam hal terjadi perubahan status hubungan kerja tenaga kerja yang mengakibatkan perubahan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja, maka pengusaha harus memberitahukan perubahan tersebut kepada Badan penyelenggara dengan mengisi Formulir Jamsostek HBK/2a (F2a).

Pasal 18
Tata cara dan bentuk formulir yang dipergunakan dalam pembayaran jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi kepesertaan tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu ditetapkan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

BAB VI
PENGAWASAN

Pasal 19
Pengawasan terhadap ditaatinya Keputusan Menteri ini dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 20
Pengusaha yang telah menyelenggarakan sendiri program pemeliharaan kesehatan dengan manfaat lebih baik sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja Dengan Manfaat Lebih Baik Dan Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja, tidak diwajibkan mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam jaminan pemeliharaan kesehatan kepada Badan penyelenggara.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21
Petunjuk pelaksanaan Keputusan Menteri ini ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.

Pasal 22
Pada saat mulai berlakunya Keputusan ini maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1994 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Tenaga Kerja Borongan dan Tenaga Kerja Kontrak dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 23
Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 16 Agustus 1999
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
FAHMI IDRIS

Best Blogger Tips

Tips Pekerja Kontrak / PKWT

Secara hukum dikenal 2 (dua) macam Pekerja yaitu Pekerja Kontrak (PKWT) dan Pekerja Tetap atau Pekerja PKWTT/Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu.
Pekerja Kontrak diartikan secara hukum adalah Pekerja dengan status bukan Pekerja tetap atau dengan kalimat lain Pekerja yang bekerja hanya untuk waktu tertentu berdasar kesepakatan antara Pekerja dengan Perusahaan pemberi kerja.
Dalam istilah hukum Pekerja kontrak sering disebut “Pekerja PKWT”, maksudnya Pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Pengusaha tidak boleh mengubah status Pekerja Tetap menjadi Pekerja Kontrak. Apabila itu dilakukan akan melanggar hukum.
Secara aturan hukum tidak mengatur Eksplisit mengenai hal ini, namun justifikasi yang dapat disampaikan adalah bahwa status Pekerja dari Pekerja Tetap menjadi Pekerja Kontrak adalah sama saja dengan penurunan status.
Penurunan status Pekerja dari Tetap menjadi Kontrak adalah masuk kategori PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sepihak dari Perusahaan dan dalam satu waktu yang sama Pengusaha mengangkat Pekerja (Tetap) tersebut menjadi Pekerja Kontrak.

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 56 yang menyatakan :
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas :
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
pekerja kontrak seharusnya memiliki surat pernyataan kontrak yang memiliki kekuatan yang sama dengan yang ada di perusahaan

Salah satu hal yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh Pekerja Kontrak adalah Pekerja Kontrak harus memiliki/mendapatkan Surat Perjanjian Kerja yang ditandatangani oleh Pengusaha dan Pekerja yang bersangkutan


Ketentuan Umum PKWT Menurut Kepmenaker No. 100 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap
Pengusaha adalah :
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;.
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan
miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan
hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT, tidak boleh lebih rendah daripada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menteri dapat menetapkan ketentuan PKWT khusus untuk sektor usaha dan atau pekerjaan tertentu.

Jenis Pekerjaan apa saja yang dapat dilakukan Pekerja Kontrak ?
Berdasar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 59 yang menyatakan :
(1)   Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a.  pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b.  pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c.  pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d.  pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2)   Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang besifat tetap.
Berdasar Penjelasan Pasal 59 ayat (2) menjelaskan :
Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.
Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi obyek perjanjian kerja waktu tertentu.

Rincian lebih mendetail berdasarkan Kepmen No. 100 Tahun 2004

PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG SEKALI SELESAI ATAU SEMENTARA SIFATNYA YANG PENYELESAIANNYA PALING LAMA 3 (TIGA) TAHUN
PKWT untuk pekerjaan yang  sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu. Dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana dimaksud dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saaat selesainya pekerjaan.
Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.
Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan PKWT.
Pembaharuan sebagaimana dimaksud dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja.
Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) yang dituangkan dalam perjanjian.

PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERSIFAT MUSIMAN
Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca. Hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.

Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT
sebagai pekerjaan musiman. Hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.

Pengusaha yang mempekerjaan pekerja/buruh berdasarkan PKWT sebagaimana dimaksud harus membuat daftar nama pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.

PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tidak dapat dilakukan pembaharuan.

PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUK BARU

PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun. Tidak dapat dilakukan pembaharuan.
PKWT sebagaimana dimaksud hanya boleh diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.

PERJANJIAN KERJA HARIAN ATAU LEPAS

Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas.
Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu ) hari dalam 1 (satu)bulan.
Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka
perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.
Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh.
Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat :
a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja.
b. nama/alamat pekerja/buruh.
c. jenis pekerjaan yang dilakukan.
d. besarnya upah dan/atau imbalan lainnya.
Daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh.

PENCATATAN PKWT
PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan.
Untuk perjanjian kerja harian lepas maka yang dicatatkan adalah daftar pekerja/buruh .

PERUBAHAN PKWT MENJADI PKWTT
Pembatasan waktu maksimal bagi masa kerja bagi Pekerja Kontrak berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 59 ayat (4) yang menyatakan :
Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Dan Pasal 59 ayat (6) yang menyatakan :
Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

Jadi, Pekerja Kontrak dapat dikontrak maksimal selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk selama maksimal 1 (satu) tahun.
Namun apabila Pengusaha merasa cocok dengan kinerja Pekerja Kontrak, dapat dilakukan pembaruan PKWT dengan ketentuan hanya boleh dilakukan sekali untuk waktu maksimal 2 (dua) tahun.
Akibat hukum bagi Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja Kontrak namun tidak seperti aturan diatas Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 59 ayat (7) yang menyatakan :
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Berdasar aturan hukum tersebut misalnya jika ada Pekerja yang dikontrak 5 (lima) tahun maka Pekerja secara otomatis hukum, setelah 3 (tiga) tahun waktu ia bekerja menjadi Pekerja tetap.
Masa Percobaan tidak dapat di terapkan pada Pekerja Kontrak/PKWT. Hal ini berdasar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 58 ayat (1) dan (2) yang menyatakan :
(1)   Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
(2)   Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.

Jadi, Pekerja Kontrak yang di minta oleh Perusahaan untuk menjalani Masa Percobaan secara hukum tidak benar.

PERUBAHAN PKWT MENJADI PKWTT KEPMEN NO. 100 TH 2004 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU
PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja.
Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja.
Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan.
Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.
Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud di atas, maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT.

Berdasar UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 62 yang menyatakan :
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Pasal 60 menyatakan :
Perjanjian kerja berakhir apabila :
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya  keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Maka berdasar aturan hukum di atas, Apabila Pekerja Kontrak diberhentikan sebelum kontraknya berakhir, berhak mendapat uang Ganti Rugi sejumlah ‘upah per bulan’ dikalikan jumlah bulan sisa kontrak yang belum dijalani Pekerja.